Dahsyatnya tsunami dan gempa bumi yang terjadi di Kepulauan Mentawai setidaknya telah menelan lebih dari 445 orang tewas. Selain itu, aktivitas Gunung Merapi yang semakin berbahaya dalam beberapa hari terakhir menyebabkan lebih dari 69 korban jiwa dan puluhan ribu lainnya mengungsi ke tempat yang lebih aman.Adanya dua bencana tersebut menyebabkan negara-negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa,Thailand,Australia hingga Selandia Baru berlomba menawarkan bantuan luar negeri kepada pemerintah Indonesia sebagai upaya tanggap bencana.
Pada awalnya,Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menolak bantuan dari pihak asing tersebut dengan alasan pihak dalam negeri masih sanggup melakukan upaya tanggap bencana sendiri. Beberapa hari kemudian, pemerintah meralat pernyataannya dengan membuka keran bantuan luar negeri untuk korban bencana tsunami di Mentawai,namun hanya terbatas pada usaha rekonstruksi pasca tsunami. Penolakan pemerintah terhadap bantuan luar negeri sebagai upaya tanggap bencana memang memiliki alasan yang cukup kuat, mengingat bantuan luar negeri merupakan suatu hal yang mengundang kontroversi.
Pemahaman mengenai bantuan luar negeri cenderung menghasilkan multiinterpretasi dalam arti apakah bantuan luar negeri merupakan perpanjangan tangan dari kebijakan luar negeri sebuah negara dengan tujuan tertentu ataukah murni sebagai sebuah bantuan yang ditujukan atas dasar kemanusiaan. Menurut Louis Picard,bantuan luar negeri dapat dilihat sebagai sebuah pola kekuatan struktural dalam sebuah sistem global. Picard mengatakan bahwa bantuan luar negeri pada dasarnya sama seperti diplomasi,propaganda, atau aksi militer,semuanya dapat digunakan sebagai instrumen oleh para pembuat kebijakan suatu negara untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Salah satu tujuan negatif bantuan luar negeri adalah membuat ketergantungan negara penerima bantuan terhadap negara pemberi bantuan.
Di sisi lain,bantuan luar negeri terbukti sangat membantu dalam usaha tanggap bencana dan rekonstruksi kembali pasca bencana.Rekonstruksi Aceh pascatsunami yang dilakukan oleh lembaga-lembaga donor asing merupakan suatu contoh sukses bantuan luar negeri yang berperan dalam upaya rehabilitasi pasca bencana. Setelah enam tahun pascatsunami, terlihat Aceh saat ini sudah kembali normal berkat bantuan luar negeri. Dari sekian banyak bantuan yang datang ke Aceh, penyumbang bantuan terbesarnya adalah USAID, agen internasional Pemerintah Amerika Serikat untuk pembangunan internasional.
Penulis sendiri berpendapat bahwa adanya tawaran bantuan luar negeri sebagai upaya tanggap bencana ini haruslah dilihat sesuai kondisi. Artinya, jika memang pemerintah dan pihak dalam negeri tidak sanggup menanggulangi bencana sendiri, keberadaan bantuan luar negeri tentu akan sangat membantu sebagai upaya cepat tanggap bencana.
Sebaliknya, jika memang pemerintah merasa pihak dalam negeri sudah mampu cepat tanggap dalam upaya penanggulangan bencana, bantuan luar negeri sebaiknya dihindari. Karena itu, diperlukan para pembuat kebijakan yang mampu untuk mengambil keputusan yang cepat dan tepat dalam menanggapi tawaran bantuan luar negeri tersebut sebagai usaha tanggap bencana di Indonesia.(*)
0 comments:
Post a Comment